Ini desakan tokoh dan pemuda Adat Papua kepada Gubernur Lukas Enembe

JAYAPURA – Ini desakan tokoh dan pemuda Adat Papua kepada Gubernur Lukas Enembe terkait kondisi kekinian di Bumi Cenderawasih. Sejumlah desakan ini, disampaikan oleh Ondofolo Putali Neles Monim dalam suatu jumpa pers di Jayapura, Jumat (17/12) siang.

Kata dia, bukan hanya soal epidemi HIV/AIDS di Propinsi Papua yang dapat diibaratkan gunung es, korupsi dana Otonomi Khusus pun demikian. Korupsi anggaran Otsus mengakar hingga ke sendi-sendi terdalam birokrasi. Indikasi korupsi begitu subur dikalangan pejabat Papua yang diduga menyelewengkan uang negara. Bagi mereka, memperkaya diri sendiri adalah hal biasa dan lumrah.

“Mereka tak sadar, manakala dana Otsus yang sejatinya untuk meningkatkan taraf hidup 3 juta rakyat Papua dari belenggu kemiskinan, digunakan berpesta pora. Dugaan penggelapan anggaran Otsus memang dashyat,” katanya didampingi Wakil Ketua II Dewan Adat Suku Sentani Jackob Fiobetauw, Ondofolo Kampung Sosiri Boas Asa Enoch, Kepala Suku Kampung Ayapo Frengki Ohodoo, dan Eki Tokoro tokoh pemuda Jayapura.

Berdasarkan pendalaman Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), ditemukan pemborosan dan ketidakefektifan uang otsus sungguh fantastis. Bahkan, dari berbagai penelusuran, ditemukan mark up atau penggelembungan harga dalam pengadaan sejumlah fasilitas umum di Papua melampaui angka normal.

Badan Intelijen dan Keamanan (Baintelkam) Polri dalam Rapat Pimpinan (Rapim) Polri tahun 2021 memperjelas bahwa ada dugaan penyelewengan dana lebih dari Rp1,8 triliun. Uang ‘perjuangan’ yang seharusnya diperuntukan bagi Orang Asli Papua, malah tersimpan jauh di kantong para pejabat.

Tak pelak, angka kemiskinan dari tahun ke tahun, enggan membaik. Yang terjadi, justru Orang Papua terus tersingkir dari tanahnya, dan hidup miskin di perkampungan.
Situasi ini makin diperparah dengan kualitas roda kepemimpinan birokrasi serta pemerintahan yang begitu semrawut.

“Gubernur Papua Lukas Enembe, orang yang diharapkan membenahi serta
menyingkirkan pejabat korup, tak berkutik seiring menurun kondisi kesehatannya. Gubernur Lukas, seperti disebut Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, Yan Christian Warinussy, layak ‘beristirahat’. Ia dianggap lemah mengatasi ‘para pejabat pencuri’. Secara fisik, Gubernur Lukas saat ini memang dalam kondisi tidak prima,” katanya.

Ketika pembukaan Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Oktober silam, ia tampil tak biasa. Sakit yang dialami, dipertontonkan langsung ke publik Papua dan Nusantara melalui saluran siaran TV. Bahkan dihadapan Presiden Joko Widodo. Lemahnya kepemimpinan orang nomor satu Papua itu, telah membuka celah bagi sekelilingnya,
mengambil kesempatan mempertahankan kepentingan mereka.

“Ada pameo berkembang: ‘Jika
Bukan Lukas Enembe, Silahkan Bertemu Gubernur-Gubernur Kecil Lainnya.’ Situasi yang dianggap buruk oleh sebagian besar kalangan. Ini tentu menjadi keprihatinan bersama. Korupsi merajalela, kepemimpinan Gubernur mengendur dan menjamurnya pejabat korup,” ujarnya.

Bayangkan, bila pemimpin Papua (Gubernur Lukas Enembe) itu meninggalkan Papua, entah untuk pemulihan kesehatan atau berdiam diri di kediaman. Tentu saja mudah disimpulkan, para pejabat korup akan semakin leluasa menggasak uang rakyat.

Dalam kesempatan ini, lanjut dia, tokoh dan pemuda Adat Papua mengajak semua pihak, bersatu padu memerangi gurita korupsi di Tanah Papua. Papua adalah Tanah Surga, bukan Tanah bagi perampok
uang rakyat.

Untuk itu, tokoh dan Pemuda Adat Papua menyerukan, pertama, Gubernur Papua Lukas Enembe agar segera mengganti atau melengserkan para pejabat di lingkungan pemerintahan Propinsi Papua yang diduga telah menyelewengkan anggaran Otsus.

Kedua, Gubernur Papua Lukas Enembe mesti bertanggungjawab atas pelaksanaan PON XX Papua yang meninggalkan ribuan persoalan. Mulai dari tertundanya pembayaran hak relawan PON, hingga dugaan korupsi uang PON.

“Kami, selaku tokoh dan pemuda adat Papua mempertanyakan penggunaan
anggaran PON yang disebut Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dari tahun 2018 – 2021, kurang lebih Rp 10,431 triliun. Dana yang sangat besar, namun tak ada transparansinya,” katanya.

Ketiga, Gubernur Lukas Enembe perlu secara tegas mengumumkan kepada Orang Papua tentang kondisi sakit yang dialami. Bila sakit tersebut akan berdampak pada penyelenggaraan pemerintahan, agar kiranya Gubernur Papua mempertimbangkan mundur, dan menyerahkan tampuk kekuasaan pada orang lain. “Selamatkan Orang Papua, jangan terjebak dalam jabatan
fana di dunia ini,” katanya.

Keempat, selaku tokoh dan pemuda adat Papua mengkhawatirkan, apabila Gubernur Papua Lukas Enembe bepergian untuk perobatan di luar negeri, akan memberi efek bagi kelangsungan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat. Akan ada pihak-pihak bergembira ria
memanfaatkan ketiadaan gubernur di Papua, dan merampok uang Negara tanpa ampun.

“Kami, para tokoh dan pemuda adat Papua meminta, apabila Gubernur Papua merasa masih mampu bekerja, tetaplah di Papua memberantas maling-maling uang negara,” katanya.

Kelima, fakta perobatan Gubernur Papua ke Luar Negeri yang berakibat fatal, yakni ke Papua New Guinea (PNG). Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pada awal 2021, menegur Gubernur Lukas lantaran aksinya ke PNG secara ilegal atau tanpa dokumen. Salah langkah ini telah berefek pada situasi pemerintahan yang runyam dan membuat rakyat Papua malu. Gubernur Lukas telah melanggar UU Pemerintahan Daerah karena melanggar pengaturan kunjungan luar
negeri baik kepentingan kedinasan atau alasan penting yang telah diatur dalam UU Pemerintahan Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 59 tahun 2019 tentang Tata Cara Perjalanan ke Luar Negeri di Lingkungan Kementerian dalam Negeri dan Pemerintahan daerah.

“Tokoh dan Pemuda Adat Papua begitu prihatin dengan situasi pemerintahan. Rakyat Papua mendukung Gubernur, tapi rakyat Papua tidak akan mendukung apabila Gubernur tidak dapat bekerja maksimal. Pada akhirnya, jika Gubernur tidak bekerja maksimal, perampok uang rakyat akan menggurita. Ujungnya, rakyat yang akan kembali menanggung nasib: semakin
miskin diatas tanah emas
yang kaya,” ujarnya.

Ketujuh, keprihatinan ini termasuk peristiwa pemukulan terhadap dua penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat bertugas mengendus indikasi korupsi, di salah satu hotel di Jakarta, pada awal 2019. Keduanya dianiaya ketika mengikuti Gubernur Lukas dalam sebuah rapat di Hotel Borobudur, Jakarta. Peristiwa memalukan itu sejatinya tak harus terjadi. Pemimpin di Papua hendaknya mendukung KPK dalam Pemberantasan Korupsi, bukan main hakim sendiri dan menghalangi proses penuntasan korupsi.

Selanjutnya, kedelapan, tokoh dan pemuda dat Papua mendesak, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera menangkap koruptor dana Otonomi Khusus. Pejabat yang diharapkan bekerja dengan benar, telah menciderai kepercayaan rakyat menggelapkan uang negara.

Sembilan, sekiranya, pemerintah juga membuka borok 10 kasus besar korupsi di Papua seperti diungkap Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD, pada pertengahan 2021, bahwa dugaan korupsi dana Otonomi Khusus sudah masuk dalam tahap penyelidikan.
Bahwa apa yang disampaikan Menko Polhukam bukan sekedar janji, juga bukan upaya melindungi para koruptor di Papua. Pernyataan adanya 10 kasus tersebut, kini telah menjadi bola liar yang menimbulkan segudang pertanyaan bagi rakyat Papua.

Kesepuluh, meminta Gubernur Papua (Lukas Enembe), DPR Papua, serta aparat penegak hukum di Papua, bergandengan tangan memberantas korupsi yang mengakar, menjalar massif di Papua. “Dengan segera, para pemimpin Papua menetapkan batas waktu penyelesaian berbagai dugaan
tindak korupsi yang berlangsung bertahun tahun,” pintanya.

Ondofolo Kampung Putali Neles Monim

Melengkapi release ini, tokoh dan pemuda adat Papua menyertakan sejumlah temuan dari berbagai sumber. Bahwa terindikasi tindakan pidana korupsi uang Negara terjadi beruntun, diantaranya:

  1. Kontrak pembangunan dermaga Kantor DPR Papua tahap II tahun 2019 melampaui anggaran
    sebesar Rp 21.312.196.521
  2. Perjalanan dinas pada Sekretariat DPR Papua tidak didukung bukti pertanggungjawaban sebesar Rp 2.299.465.921,-
    Temuan dugaan korupsi dana hibah Pemprov Papua kepada KONI Propinsi Papua Tahun Anggaran 2016 sampai dengan 2019 (tanpa SPJ, SPJ tidak lengkap dan SPJ double)
  3. Temuan dugaan korupsi dana hibah Pemprov Papua kepada KONI Propinsi Papua Tahun Anggaran 2019 sebesar Rp20.000.000.000,-
  4. Dugaan tidak pidana korupsi pemotongan dana desa Tahun Anggaran 2017, 2018, 2019 dan
    2020 senilai lebih dari Rp 800 miliar (di Kabupaten Tolikara)
  5. Dugaan tindak pidana korupsi penyalahgunaan Anggaran Dana Desa dengan kerugian Negara sebesar Rp105.809.862.000,- (di Tolikara)
  6. Dugaan tindak pidana korupsi penyalahgunaan dana hibah Tahun Anggaran 2017 sebesar
    Rp76.133.837.625,- di Kabupaten Intan Jaya
  7. Dugaan tindak pidana korupsi penyalahgunaan belanja barang dan jasa (diantaranya program
    peningkatan kapasitas lembaga MRP, dll) pada sekretariat MRP dengan nilai total Rp7.987.109.200
  8. Dugaan tidak pidana korupsi penyelewengan honor/upah 46 Anggota Majelis Rakyat Papua terkait hearing dialog Tahun Anggaran 2019 dengan nilai total Rp6.900.000.000,-
  9. Dugaan tidak pidana korupsi hibah dan bantuan sosial Pemprov Papua Tahun Anggaran 2017. Dana hibah yang tidak bisa dipertanggungjawabkan sebesar Rp 6.572.650.000,-

Atas berbagai temuan di atas, kami selaku tokoh dan pemuda adat Papua berharap, pihak terkait mendalami serta mengungkap pelaku kejahatan penyimpangan uang negara.

“Kami sebagai tokoh dan pemuda adat Papua tak memiliki kepentingan politik atau tujuan merongrong kekuasaan. Tokoh dan Pemuda Adat Papua hanya peduli pada pemberantasan korupsi di Tanah Papua,” terangnya.

Peduli pada rakyat yang semakin
terpinggirkan, jauh dari hidup sejahtera akibat ulah pejabat Papua yang melahap rakus uang rakyat. Tokoh dan Pemuda Adat Papua tak peduli, siapapun pemimpin di Tanah Papua. Bila pemimpin tersebut berhati bersih dan sigap memberantas korupsi, maka dengan sepenuh jiwa raga, akan
mendukungnya.

“Sebaliknya, kami, lara tokoh dan pemuda adat Papua akan terus menuntut, siapapun pemimpinnya, jika tidak tegas, tidak berani, tidak jujur dan tidak siap memberantas korupsi, dengan meembara terus memaksanya mundur, ganti dengan pemimpin tangguh,” pintanya.(Ian)

Tinggalkan komentar