Pagi ini saya bangun dan berdoa dengan hati yang cukup sedih. Saya teringat setahun lalu, minggu sore, tanggal 3 Desember 2023, Jakarta sedang diguyur hujan, para dokter di Rumah Sakit Siloam Semanggi, Jakarta, mengumumkan tepat pukul 17.32 WIB, berita wafatnya Letjen TNI ( Purn ) Doni Monardo. Peristiwa duka itu, akan selalu ada dalam ingatan saya.
Berita duka hari itu, membuat saya menetes air mata cukup deras, karena saya tidak bisa menahan kesedihan saya. Saya benar – benar merasakan kehilangan seorang kakak yang sangat baik dan sangat sayang kepada saya.
Saya refleksikan kembali perjumpahan saya dengan Bapak Doni Monardo. Pagi itu, di awal tahun 2015, saya sedang di Bandung liburan natal dan tahun baru, seseorang menelpon saya, menyebut namanya Doni Monardo, dan minta saya ke Jakarta, untuk ketemu. Saya sampaikan lagi Bandung dan bisa segera bergeser ke Jakarta.
Kami kemudian bertemu di Jakarta Pusat, di salah satu tempat SCBD Jakarta. Kami diskusi tentang konsep merebut hati dan pikiran orang Papua tanpa letupan sebutir peluru.
Saya awalnya ๐บ๐ฒ๐ฟ๐ฎ๐๐ฎ ๐๐ฎ๐ธ๐๐ ๐ฑ๐ฎ๐ป ๐ธ๐๐ฎ๐๐ถ๐ฟ ๐๐ฒ๐ป๐๐ฎ๐ป๐ด ๐ธ๐ฒ๐๐ฒ๐น๐ฎ๐บ๐ฎ๐๐ฎ๐ป ๐ป๐๐ฎ๐๐ฎ ๐๐ฎ๐๐ฎ, sehingga tidak berani menyampaikan konsep pemikiran saya. Karena dihadapan saya, duduk seorang tentara baret merah. Seorang jenderal bintang dua Kopassus, yang menjabat Danjen Kopassus. ๐ก๐๐ฎ๐น๐ถ ๐๐ฎ๐๐ฎ ๐ฏ๐ฒ๐ป๐ฎ๐ฟ – ๐ฏ๐ฒ๐ป๐ฎ๐ฟ ๐ฐ๐ถ๐๐.
Saya masih traumah. Karena waktu masih siswa kelas 3 di SMU Gabungan Jayapura, saya perna di tangkap anggota TNI tahun 1993. Dituduh terlibat OPM, dan disiksa secara brutal di tahanan militer, sampai hampir mati. Namun 8 tahun kemudian, saya bertemu komandan militer tersebut, kami dua saling mengampuni dan memaafkan. Saya membuat rekonsiliasi pribadi dengan institusi TNI tersebut
Saya curahkan semua, suasana kebatinan saya kepada Bapak Doni Monardo, dengan penuh air mata yang mengalir keluar. Bapak Doni berdiri dan berpindah ke dekat saya, dan memeluk saya.
Pelukan hangat Bapak Doni Monardo, hari itu membuat saya berani untuk membuka mulut, menceritakan konsep pemikiran saya tentang ๐๐ถ๐ป๐ป๐ถ๐ป๐ด ๐๐ต๐ฒ ๐ต๐ฒ๐ฎ๐ฟ๐ ๐ฎ๐ป๐ฑ ๐บ๐ถ๐ป๐ฑ, masyarakat Papua, secara khusus korban dan keluarga korban.
Singkat cerita, pada perayaan HUT Kopassus ke – 63, Rabu, 29 April 2015, yang dihadiri oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla, terjadi rekonsiliasi dan ikatan perdamaian ” ๐ธ๐ฒ๐น๐๐ฎ๐ฟ๐ด๐ฎ ๐ถ๐๐๐ถ๐บ๐ฒ๐๐ฎ ๐๐ผ๐ฝ๐ฎ๐๐๐๐ ” diantara Kopassus dengan tokoh GAM Muzakkir Manaf dan Keluarga besar Eluay, yang diwakili oleh anak sulung Boy Eluay. Dan juga, dengan perwakilan tokoh – tokoh Fretellin Timor Leste.
Sejak saat itu, wajah Kopassus dan TNI mulai berubah, sedikit demi sedikit di mata orang Papua. Saya tidak lagi traumah dan takut dengan institusi baret merah Kopassus. Kebaikan Bapak Doni Monardo kepada saya, istri dan keluarga saya, sudah terlalu banyak dan tidak akan hilang b dari ingatan kami.
Saya bersyukur kepada Tuhan Yesus, karena institusi Kopassus perna memiliki seorang Jenderal Kopassus seperti Doni Monardo. Warisan kebijakan keamanan yang lahir dari hati nurani Bapak Doni Monardo, telah meretas jalan rekonsiliasi dan perdamaian di Papua. Telah merubah wajah TNI dan wajah negara di mata orang Papua.
Saat ini, TNI telah mendapat tempat di hati orang Papua. Ini sebabnya, prajurit TNI yang bertugas di Papua, jangan kamu rusak lagi citra baik TNI saat ini, dengan tindakan – tindakan kekerasan di luar operasi penegakkan hukum.
Ingat prajurit TNI dan prajurit Kopassus, yang bertugas di Papua, jangan kamu hinakan dan abaikan, ๐๐ฎ๐ฟ๐ถ๐๐ฎ๐ป ๐ธ๐ฒ๐ฏ๐ฎ๐ถ๐ธ๐ฎ๐ป ๐ฑ๐ฎ๐ป ๐ฐ๐ถ๐ป๐๐ฎ ๐ธ๐ฎ๐๐ถ๐ต Bapak Doni Monardo. Jangan kamu lakukan tindakan – tindakan kekerasan di luar prosedur hukum, yang melukai hati orang Papua.
Sayangi dan hormati warisan Bapak Doni Monardo. Beliau telah pergi dari tengah – tengah kita setahun lalu. Tetapi ๐น๐ฒ๐ด๐ฎ๐ฐ๐๐ป๐๐ฎ harus selalu ada dalam hati dan pikiran kalian, ketika bertugas di tanah Papua.
Selamat beristirahat dalam keabadian, Bapak Doni Monardo, Jenderal pohon Indonesia. Kenangan atas kebaikan hatimu, tidak akan hilang dari ingatan kami selamanya.
Oleh : Marinus Mesak Yaung
Dosen Universitas Cenderawasih Papua
